Mayoritas rakyat Indonesia yang menolak aturan terbaru tentang investasi Miras di Perpres no. 10 Tahun 2021, akhirnya bisa bernapas lega. Secara resmi, Presiden Jokowi pada Selasa (2/3) menyatakan mencabut lampiran perpres yang secara gamblang mencantumkan industri alkohol sebagai industri yang bisa dilakukan investasi secara terbuka. Lampiran yang dicabut adalah lampiran yang memuat 4 KBLI (Klasifikasi Baku Lapangan Usaha Indonesia) yang terkait dengan minuman beralkohol.
Empat jenis KBLI tersebut adalah:
- Industri Minuman Keras mengandung Alkohol dengan nomor KBLI 11010,
- Industri Minuman mengandung Alkohol: Anggur dengan nomor KBLI 11031,
- Perdagangan Eceren Minuman Keras atau Beralkohol dengan nomor KBLI 47221,
- Perdagangan Eceran Kaki Lima Minum Keras Atau Beralkohol dengan nomor 47826.
Peraturan Presiden (Perprs No. 10) tahun 2021 sebenarnya berisi tentang Bidang Usaha Penanaman Modal. Menjadi kontroversi, karena di lampiran III, terdapat aturan tentang investasi minuman beralkohol atau minuman keras (miras) sebagaimana tersebut di atas.
Baca juga: Investasi Miras Dilegalkan, Seruan Tolak Investasi Miras Bergema
Dalam lampiran tersebut, penanaman modal untuk industri miras bisa dilakukan di Bali, Nusa Tenggara Timur, Sulawesi Utara dan Papua, dengan memperhatikan budaya dan kearifan lokal setempat. Sementara, untuk selain 4 provinsi tersebut, harus mendapat ketetapan dari Kepala Badan Koordinasi dan Penanaman Modal (BPKM) dan didasarkan pada usul gubernur provinsi yang bersangkutan.
Meskipun demikian, Perpres tersebut mendapatkan penolakan yang sangat luas. PKS adalah salah satu elemen yang sangat kuat mendesak pemerintah untuk menghapus aturan-aturan yang dianggap mempermudah persebaran miras tersebut. Tak hanya PKS, sejumlah Ormas keagamaan seperti NU dan Muhammadiya, serta para ulama, juga ikut menyerukan penolakannya.
Tentu kita semua juga sadar tentang bahaya miras bagi kesehatan dan keamanan serta ketertiban masyarakat. Dilansir dari jawapos.com (14/11/2020), Polri mencatat ada 233 kejahatan pidana selama tahun 2018 hingga 2020 yang dipicu oleh miras. Selain itu, dalam kurun waktu yang sama, terjadi pula 1.045 kasus jatuhnya korban karena miras oplosan.
Data Mengerikan Tentang Miras di Papua
Sementara, dilansir dari fajar.co.id (2/3/2021), politisi asal Papua Barat, Filep Wamafma, menyebutkan bahwa miras menyumbang angka kematian yang cukup tinggi di Papua. Sementara 75% angka kriminalitas di Merauke, menurut Filep, disebabkan karena miras. Demikian juga, 75% lakalantas disebabkan oleh miras.
Masih di Papua, dilansir dari rri.co.id (2/1/2020), menurut data kepolisian setempat, di kota Jayapura, 72 orang meninggal karena kecelakaan lalu lintas pada 2019, naik dari tahun 2018 yang mencapai 58 orang.
Lebih mengejutkan lagi adalah pernyataan gubernur Papua, Lukas Enembe, sebagaimana dikabarkan oleh kabarpapua.co (11/6/2016). Menurutnya, 22% kematian di Papua disebabkan karena miras. Karena itu, pemerintah Papua telah menerbitkan Peraturan Daerah Provinsi no. 15 tahun 2013 tentang pelarangan penjualan miras di Papua. Perda tersebut kemudian diperbaharui dengan Peraturan Daerah Provinsi Papua Nomor 22 Tahun 2016.
Meski mayoritas penduduknya tidak beragama Islam, masyarakat Papua memang menolak pula lampiran tentang miras di Perpres no. 10 tahun 2021 tersebut.
Kita tentu sangat bersyukur bahwa karena desakan umat, akhirnya aturan yang membahayakan tersebut akhirnya dicabut. Semoga untuk selanjutnya, pemerintah Indonesia semakin terbuka terhadap kritik-kritik konstruktif. Karena, keselamatan bangsa dan negara, serta rakyat yang menempatinya, ada di atas segalanya, bukan?
Penulis: Tim Redaksi Perempuan Sejahtera